Rabu, 01 Desember 2010

sejarah pujanga baru

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
pada mulanya, punjangga baru adalah nama majalah sastra dan kebudayaan yang terbit antara tahu 1933 adanya pelarangan oleh perintah jepang setelah tentara jepang berkuasa di Indonesia.Adapun pengasuhnya atara lain Sultan Takdir Alisjahbana, Armein Pane, Amir Hamzah Dan Sanusi Pane. Jadi pujangga baru bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran. Namun demikian, orang-orang atau para pengarang yang asil karyanya pernah dimuat dalam majalah itu, di nilai memiliki bobot dan cita-cita kesenian yang baru dan mengarah ke depan.
Barang kali, hanya untuk memudahkan ingatan adanya angkatan baru itulah maka di pakai istilah angkatan pujangga baru, yang tak lain adalah orang-orang yang tulis-tulisanya pernah di muat di dalam masalah tersebut. Adapun majalah itu, diterbitkan oleh pustaka rakyat, uatu badan yang memang mempunyai perhtian terhadap masalah-masalah kesenian. Tetapi seperti telah disinggung di atas, pada jaman pendudukan jepang majalah pujangga baru ini dilarang pemerintah jepang dengan alasan karena kebarat-barat.
Namun setela Indonesia merdeka, majalah ini di terbitkan lagi ( hidup 1948-1953), dengan pemimpin redaksi Sultan Takdir Aliscahbana dan beberapa tokoh-tokoh angkatan 45 seperti Asrul, Rivai Apin Dan S. Rukiah. Mengingat masa hidup pujangga baru (1) itu antara tahun 1933 sampai dengan zaman jepang, maka diperkirakan para pnyumbang karangan itu paling tahun 1915-an dan sebelumnya.
Dengan demikian, boleh dikatakan generasi pujangga baru adalah generasi lama. Sedangkan angkatan 45 yang kemudian menyusulnya, merupakan angkatan baru yang jauh lebih bebas dcalam mengekspresikan gagasan-gagasan dan kata hatinya.
I.2 Rumusan Masalah
1.2.1 bagaimana sejarah Pujangga baru?
1.2.2 Apa pengertian tentang Pujangga baru?
1.2.3 Siapa saja tokoh Pujangga Baru?
I.3 Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam makalah ini di antaranya yaitu :
1. Untuk mengetahui tentang sejarah dari Pujangga Baru.
2. Untuk memahami tentang Pujangga Baru.
3. Untuk mengetahui contoh-contoh karya Pujangga Baru.
4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh siapa saja yang termasuk angkatan Pujangga Baru.
BAB II
PEMBAHASAAN
II.1 Sejarah singkat tentang Pujangga Baru
Pada mulanya, Pujangga baru adalah nama majalah sastra dan kebudayaan yang terbit antara tahun 1933 sampai dengan adanya pelarangan oleh pemerintah Jepang setelah tentara Jepang berkuasa di Indonesia.
Adapun pengasuhnya antara lain Sultan Takdir Alisjahbana, Armein Pane , Amir Hamzah dan Sanusi Pane. Jadi Pujangga Baru bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran. Namun demikian, orang-orang atau para pengarang yang hasil karyanya pernah dimuat dalam majalah itu, dinilai memiliki bobot dan cita-cita kesenian yang baru dan mengarah kedepan.
Barangkali, hanya untuk memudahkan ingatan adanya angkatan baru itulah maka dipakai istilah Angkatan Pujangga Baru, yang tak lain adalah orang-orang yang tulisan-tulisannya pernah dimuat didalam majalah tersebut. Adapun majalah itu, diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, Suatu badan yang memang mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah kesenian. Tetapi seperti telah disinggung diatas, pada zaman pendudukan Jepang majalah Pujangga Baru ini dilarang oleh pemerintah Jepang dengan alasan karena kebarat-baratan.
Namun setelah Indonesia merdeka, majalah ini diterbitkan lagi (hidup 1948 s/d 1953), dengan pemimpin Redaksi Sutan Takdir Alisjahbana dan beberapa tokohtokoh angkatan 45 seperti Asrul Sani, Rivai Apin dan S. Rukiah.
Mengingat masa hidup Pujangga Baru ( I ) itu antara tahun 1933 sampai dengan zaman Jepang , maka diperkirakan para penyumbang karangan itu paling tidak kelahiran tahun 1915-an dan sebelumnya. Dengan demikian, boleh dikatan generasi Pujangga Baru adalah generasi lama. Sedangkan angkatan 45 yang kemudian menyusulnya, merupakan angkatan bar yang jauh lebih bebas dalam mengekspresikan gagasan-gagasan dan kata hatinya.
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori olehSutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
1. Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia. Pada masa itu, terbit pula majalah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu 1. Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan; 2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Karyasastera• Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana • Tebaran Mega • Belenggu oleh Armijn Pane • Jiwa Berjiwa • Gamelan Jiwa • Jinak-jinak Merpati • Kisah Antara Manusia • Nyanyian Sunyi oleh Tengku Amir Hamzah • Buah Rindu • Pancaran Cinta oleh Sanusi Pane • Puspa Mega • Madah Kelana • Sandhyakala ning Majapahit • Kertajaya • Tanah Air oleh Muhammad Yamin • Indonesia Tumpah Darahku • Ken Angrok dan Ken Dedes • Kalau Dewi Tara Telah Berkata • Percikan Permenungan oleh Rustam Effendi • Bebasari • Kalau Tak Untung oleh Sariamin • Pengaruh Keadaan • Rindu Dendam oleh J.E.Tatengkeng.
II.2 Karya- karya Pujangga Baru
Puisi Pujangga Baru: Konsep Estetik, Orientasi dan Strukturnya Oleh:Rachmat Djoko Pradopo, Prof., Dr Artikel di Jurnal Humaniora Volume XIII, No. 1/2001
Puisi Pujangga Baru adalah awal puisi Indonesia modern. Untuk memahami puisi Indonesia modern sesudahnya dan puisi Indonesia secara keseluruhan, penelitian puisi Pujangga Baru penting dilakukan. Hal ini disebabkan karya sastra, termasuk puisi, tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1980:11), termasuk karya sastra. Di samping itu, karya sastra itu merupakan response (jawaban) terhadap karya sastra sebelumnya (Riffaterre viaTeeuw,1983:65).
Karya sastra, termasuk puisi, dicipta sastrawan. Sastrawan sebagai anggota masyarakat tidak terlepas dari latar sosial–budaya dan kesejarahan masyarakatnya. Begitu juga, penyair Pujangga Baru tidak lepas dari latar sosial-budaya dan kesejarahan bangsa Indonesia. Puisi Pujangga Baru (1920-1942) itu lahir dan berkembang pada saat bangsa Indonesia menuntut kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Oleh karena itu, perlu diteliti wujud perjuangannya, di samping wujud latar sosial-budayanya.
Untuk memahami puisi secara mendalam, juga puisi Pujangga Baru, perlu diteliti secara ilmiah keseluruhan puisi itu, baik secara struktur estetik maupun muatan yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi, sampai sekarang belum ada penelitian puisi Pujangga Baru yang tuntas, sistematik, dan mendalam. Sifatnya penelitian yang sudah ada itu impresionistik, yaitu penelaahan hanya mengenai pokok-pokoknya, tanpa analisis yang terperinci, serta diuraikan secara ringkas.
Puisi merupakan struktur yang kompleks. Oleh karena itu, dalam penelitian puisi Pujangga Baru digunakan teori dan metode struktural semiotik. Kesusastraan merupakan struktur ketandaan yang bermakna dan kompleks, antarunsurnya terjadi hubungan yang erat (koheren). Tiap unsur karya sastra mempunyai makna dalam hubungannya dengan unsur lain dalam struktur itu dan keseluruhannya (Hawkes, 1978: 17—18). Akan tetapi, strukturalisme murni yang hanya terbatas pada struktur dalam (inner structure) karya sastra itu mengasingkan relevansi kesejarahannya dan sosial budayanya (Teeuw, 1983: 61). Oleh karena itu, untuk dapat memahami puisi dengan baik serta untuk mendapatkan makna yang lebih penuh, dalam menganalisis sajak dipergunakan strukturalisme dinamik (Teeuw, 1983: 62), yaitu analisis struktural dalam kerangka semiotik. Karya sastra sebagai tanda terikat kepada konvensi masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra tidak terlepas dari jalinan sejarah dan latar sosial budaya masyarakat yang menghasilkannya, seperti telah terurai di atas.
Di samping itu, untuk memahami struktur puisi Pujangga Baru, perlu juga diketahui struktur puisi sebelumnya, yaitu puisi Melayu lama yang direspons oleh puisi Pujangga Baru.
Buku Sejarah Sastra Indonesia Modern Jilid 1 karya Bakri Siregar (1964) memperlihatkan bahwa subjektivitas penulis sejarah—termasuk sejarah sastra Indonesia—senantiasa tampak dalam buku yang dihasilkannya.
Bakri Siregar merupakan pimpinan pusat Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang juga menjabat sebagai Ketua Akademi Sastra dan Bahasa “Multatuli” Jakarta dan Guru Besar Sastra Indonesia Modern di Universitas Peking. Pascaperistiwa G30S 1965, Bakri Siregar termasuk sastrawan Lekra yang ditahan tanpa diadili dan baru dibebaskan pada 1977.
Menyusul penahanannya adalah dilarangnya buku sejarah yang ditulisnya itu. Hingga kini, tidak akan ada buku Sejarah Sastra Indonesia Modern Jilid 2 dari sang penulis, karena Bakri Siregar telah meninggal pada 19 Juni 1994. Buku Sejarah Sastra Indonesia Modern Jilid 1 ini berisi masa awal sastra Indonesia, masa Balai Pustaka, hingga masa Pujangga Baru (1930-an).
Sebenarnya topik pembicaraan belum masuk periode 1960-an, namun dalam pengantarnya Bakri Siregar telah menyinggung konsep kesenian Lekra dan sastrawan Manifes Kebudayaan (Manikebu). Mengenai cakupan khazanah sastra Indonesia, saya sangat sependapat dengan Bakri Siregar. Bahwa pengertian sastra Indonesia itu mencakup naskah-naskah Melayu di Indonesia hingga akhir abad ke-19.
Dalam bahasa A Teeuw, karya sastra semacam ini dinamakan “sastra di Indonesia”. Bakri Siregar juga memasukkan karya sastra yang berbahasa Melayu Tionghoa ke dalam khazanah sastra Indonesia. Hanya saja, saat ia menulis buku Sejarah Sastra Indonesia Modern Jilid 1, ia merasa kesulitan mendapatkan bahan-bahan itu.
Zuber Usman (dalam Siregar, 1964), mengatakan bahwa Abdullah bin Abdulkadir Munsji yang hidup di abad ke-19 merupakan penutup zaman lama dan Abdullah dapat diumpamakan sebagai cahaya fajar zaman baru yang mulai menyingsingkan sinarnya di ufuk zaman itu.
Tampaknya Bakri Siregar enggan memasukkan Abdullah sebagai tokoh awal sastra Indonesia modern karena setelah membaca memoarnya, Hikayat Abdullah, Bakri Siregar menilai sikap Abdullah yang dalam batas tertentu mempunyai segi positif dalam mengkritik kaum bangsawan Melayu dan praktik onar para raja, tapi di sisi lain Abdullah terlalu memuji dan kagum pada penjajah Inggris dengan menamakan mereka tokoh-tokoh kemanusiaan yang ikhlas dan bijaksana.
Sikap seperti itu, menurut Bakri Siregar, sebagai kompleks rasa rendah diri yang terlalu besar pada diri Abdullah dalam menghadapi orang kulit putih, hingga praktis merendahkan bangsanya dan bangsa-bangsa lain di Asia.
Menurut Bakri Siregar ada tiga sastrawan yang menjadi tokoh awal sastra Indonesia modern. Mereka adalah Mas Marco Kartodikromo, Semaun, dan Rustam Effendi. Karya-karya Mas Marco Kartodikromo, baik dalam bahasa Jawa maupun dalam bahasa Indonesia secara tegas pertama kali melemparkan kritik terhadap pemerintah jajahan serta kalangan feodal.
Dua karya Mas Marco yang menonjol adalah Student Hidjo (1919) dan Rasa Merdeka (1924). Karena isinya berupa kritik terhadap imperialisme Belanda dan antifeodalisme, karya-karya Mas Marco dilarang pemerintah kolonial Belanda. Sebagai sastrawan dan juga wartawan yang revolusioner, Mas Marco sering keluar masuk penjara, dan meninggal di tanah pembuangan Digul.
Semaun menghasilkan novel Hikayat Kadirun pada 1924. Dalam novel tersebut, Semaun membayangkan kehidupan dalam masyarakat masa depan yang lebih baik dari keadaannya saat itu. Masyarakat masa itu yang digambarkan adalah masyarakat yang berada dalam belenggu penjajahan. Dengan demikian, apa yang dianggap baik di hari depan oleh penulis, dianggap musuh oleh penjajah. Pada 1932, Semaun menyumbangkan artikel dalam Ensiklopedi Kesusastraan yang terbit di Moskow.
Semaun antara lain menulis, “Hikayat Kadirun didasarkan untuk melawan rezim penjajah Belanda. Roman ini disita dan setelah pemberontakan tahun 1926/1927 dipandang sebagai buah ciptaan kesusastraan di bawah tanah. Oplah sastra revolusioner sangat terbatas, tidak lebih dari 1.500-2.000 buah. Buku-buku itu dicetak di percetakan Partai Komunis dan serikat buruh.” (Siregar, 1964).
Rustam Effendi menulis lakon Bebasari pada 1926. Lakon ini berisi sindiran terhadap penjajah dan menggelorakan semangat pemuda dan rakyat. Simbol-simbol wayang digunakan Rustam Effendi untuk mengkritik penguasa. Rahwana, misalnya, melambangkan sifat bengis kaum penjajah. Sementara Bebasari melambangkan cita-cita kemerdekaan. Bebasari mengatakan di akhir lakon, “Asmara sayap usaha yang tinggi/ Asmara kepada bangsa sendiri.”
Ketiga tokoh awal mula sastra Indonesia versi Bakri Siregar itu mendapat kendala di zaman Belanda. Karya-karya ketiga sastrawan revolusioner itu dilarang oleh Belanda. Bahkan Kepala Balai Pustaka A Rinkes menyebut karya mereka sebagai bacaan liar.
Dalam buku Sejarah Sastra Indonesia Modern Jilid 1 itu, Bakri Siregar juga menjelaskan adanya beberapa pengaruh dari luar terhadap perkembangan sastra Indonesia modern. Pertama, pengaruh Hindu dan Islam, yang mempengaruhi awal-awal perkembangan sastra Indonesia. Dalam artikel “Dua Kiblat dalam Sastra Indonesia” (Sambodja, 2005).
Hal ini terlihat dari naskah-naskah berbahasa Melayu dan naskah-naskah berbahasa Jawa Kuno. Kedua, sikap revolusioner yang muncul dalam karya-karya sastra Indonesia awal itu merupakan pengaruh dari Uni Soviet dan Tiongkok; antara lain melalui karya Maxim Gorki, tokoh realisme sosialis, dan Lu Hsun, pelopor sastra Tiongkok modern.
Ketiga, pengaruh dari Barat, terutama Belanda, yakni komunitas De Tachtigers yang menginspirasi sastrawan-sastrawan Pujangga Baru. Sastrawan Eduard du Perron dan Hendrik Marsman sangat mempengaruhi perkembangan kepenyairan Chairil Anwar. Multatuli alias Eduard Douwes Dekker (1860) yang menulis buku Max Havelaar juga mempengaruhi sastrawan revolusioner Indonesia. “Kalau bukuku diperhatikan dengan baik, dan disambut dengan baik, maka tiap sambutan baik akan menjadi kawanku menentang pemerintah,” tulis Multatuli.
Bagaimana dengan Manikebu? Bakri Siregar mengatakan, “Dalam meniadakan dan membendung semangat revolusi, mereka mengemukakan konsepsi humanisme universal, sejalan dengan usaha neokolonialisme dalam mempertahankan kepentingan di Indonesia, menganjurkan eksistensialisme (‘filsafat iseng’ dan ‘filsafat takut’), serta memupuk individualisme dan pesimisme, menjadikan sastrawan dan seniman kosmopolit dan antipatriotik, tanpa menyatukan diri dengan perjuangan bangsanya.” (Siregar, 1964: 13-14).
II.3 Angkatan Pujangga Baru
• Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
• Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi bapak sastra modern Indonesia.
• Angkatan Pujangga Baru (1930-1942) dilatarbelakangi oleh kejadian bersejarah “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928.
• Ikrar Sumpah Pemuda 1928:

o Pertama Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

o Kedoea Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

o Ketiga Kami poetera dan poeteri indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
• Melihat latar belakang sejarah pada masa Angkatan Pujangga Baru, tampak Angkatan Pujangga Baru ingin menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
• Pada masa ini, terbit pula majalah Poedjangga Baroe yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane.
• Pada masa Angkatan Pujangga Baru, ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu:

o Kelompok “Seni untuk Seni”

o Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat”
• Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan Pujangga Baru antara lain sbb:

o Sudah menggunakan bahasa Indonesia

o Menceritakan kehidupan masyarakat kota, persoalan intelektual, emansipasi (struktur cerita/konflik sudah berkembang)

o Pengaruh barat mulai masuk dan berupaya melahirkan budaya nasional

o Menonjolkan nasionalisme, romantisme, individualisme, intelektualisme, dan materialisme.
• Salah satu karya sastra terkenal dari Angkatan Pujangga Baru adalah Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Alisjahbana.
• Layar Terkembang merupakan kisah roman antara 3 muda-mudi; Yusuf, Maria, dan Tuti.

o Yusuf adalah seseorang mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang menghargai wanita.

o Maria adalah seorang mahasiswi periang, senang akan pakaian bagus, dan memandang kehidupan dengan penuh kebahagian.

o Tuti adalah guru dan juga seorang gadis pemikir yang berbicara seperlunya saja, aktif dalam perkumpulan dan memperjuangkan kemajuan wanita.
• Dalam kisah Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana ingin menyampaikan beberapa hal yaitu:

o Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.

o Masalah yang datang harus dihadapi bukan dihindarkan dengan mencari pelarian. Seperti perkawinan yang digunakan untuk pelarian mencari perlindungan, belas kasihan dan pelarian dari rasa kesepian atau demi status budaya sosial.
• Selain Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana juga membuat sebuah puisi yang berjudul “Menuju ke Laut”.
• Puisi “Menuju ke Laut” karya Sutan Takdir Alisjahbana ini menggunakan laut untuk mengungkapkan h ubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
• Ada pula seorang sastrawan Pujangga Baru lainnya, Sanusi Pane yang menggunakan laut sebagai sarana untuk mengungkapkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
• Karya Sanusi Pane ini tertuang dalam bentuk puisi yang berjudul “ Dalam Gelombang”.
• Ditinjau dari segi struktural, ada persamaan struktur antara puisi Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane yaitu pengulangan bait pertama pada bait terakhir.
• Sementara itu, ditinjau dari segi isi, tampak ada perbedaan penggambaran laut dalam puisi Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane.
• Jika Sutan Takdir Alisjahbana menggambarkan laut sebagai sebuah medan perjuangan, Sanusi Pane menggambarkan laut sebagai suatu tempat yang penuh ketenangan.
• Contoh Puisi Angkatan Pujangga Baru
• Kami telah meninggalkan engkau,
• Tasik yang tenang tiada beriak,
• diteduhi gunung yang rimbun,
• dari angin dan topan.
• Sebab sekali kami terbangun,
• dari mimpi yang nikmat.
• Ombak riak berkejar-kejaran
• di gelanggang biru di tepi langit.
• Pasir rata berulang di kecup,
• tebing curam ditentang diserang,
• dalam bergurau bersama angin,
• dalam berlomba bersama mega.
• …
… Aku bernyanyi dengan suara Seperti bisikan angin di daun Suaraku hilang dalam udara Dalam laut yang beralun-alun Alun membawa bidukku perlahan Dalam kesunyian malam waktu Tidak berpawang tidak berkawan Entah kemana aku tak tahu Menuju ke Laut Oleh Sutan Takdir Alisjahbana Dibawa Gelombang .Oleh Sanusi Pane
• Amir Hamzah diberi gelar sebagai “Raja Penyair” karena mampu menjembatani tradisi puisi Melayu yang ketat dengan bahasa Indonesia yang sedang berkembang. Dengan susah payah dan tak selalu berhasil, dia cukup berhasil menarik keluar puisi Melayu dari puri-puri Istana Melayu menuju ruang baru yang lebih terbuka yaitu bahasa Indonesia, yang menjadi alasdasar dari Indonesia yang sedang dibayangkan bersama.
Selain Sutan Takdir Alisjahbana, ada pula tokoh lain yang terkenal dari Angkatan Pujangga Baru sebagai “Raja Penyair” yaitu Tengku Amir Hamzah .
• Sastrawan dan Hasil Karya
• Sastrawan pada Angkatan Pujangga Baru beserta hasil karyanya antara lain sbb:

o Sultan Takdir Alisjahbana

o
 Contoh: Di Kakimu, Bertemu

o Sutomo Djauhar Arifin

o
 Contoh: Andang Teruna (fragmen)

o Rustam Effendi

o
 Contoh: Bunda dan Anak, Lagu Waktu Kecil

o Asmoro Hadi

o
 Contoh: Rindu, Hidup Baru

o Hamidah

o
 Contoh: Berpisah, Kehilangan Mestika (fragmen)
• Sastrawan dan Hasil Karya

o Amir Hamzah

o
 Contoh: Sunyi, Dalam Matamu

o Hasjmy

o
 Contoh: Ladang Petani, Sawah

o Lalanang

o
 Contoh: Bunga Jelita

o O.R. Mandank

o
 Contoh: Bagaimana Sebab Aku Terdiam

o Mozasa

o
 Contoh: Amanat, Kupu-kupu
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Punjangga Baru merupakan nama majalah sastra dan kebudayaan yang terbit antara tahu 1933 adanya pelarangan oleh perintah jepang setelah tentara jepang berkuasa di Indonesia.Adapun pengasuhnya atara lain Sultan Takdir Alisjahbana, Armein Pane, Amir Hamzah Dan Sanusi Pane. Jadi pujangga baru bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran. Namun demikian, orang-orang atau para pengarang yang asil karyanya pernah dimuat dalam majalah itu, di nilai memiliki bobot dan cita-cita kesenian yang baru dan mengarah ke depan. Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
III.2 Saran
Diharapkan paper ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya para calon guru atau calon pendidik agar menjadi pendidik yang professional. Dan sebagai Mahasiswa jurusan bahasa indonsia, kita juga perlu memahami tengtan puisi, yaitu Pujangga Baru maupun tentang angkatan sastra yang lainya. Karena kita sebagai calon guru bahasa Indonsia akan mengajarkan anak didik tentang sastra dan pelajaran Bahasa Indonesia yang lainya.
DAFTAR PUSTAKA
- Internet, www. Google. Com. Pujangga Baru Sastra
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………… i
Daftar Isi ………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………… 1
1.3 Tujuan……………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah singkat tentang Pujangga Baru…………………… 3
2.2 Karya-karya Pujangga Baru………………………………. 5
2.3 Angkatan Pujangga baru……………………………..…… 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………. 15
3.2 Saran…………………………………………………….. 15

bujangga baru

BAB I
PENDAHULUAN

Seperti halnya Balai Pustaka, Pujangga Baru pun merupakan sebuah momentum penting dalam perjalanan sejarah sastra Indonesia. Kata itu dapat diartikan sebagai majalah yang aslinya tertulis Poedjangga Baroe, dan dapat juga diartikan gerakan kebudayaan Pujangga Baru tahun 1930-an yang tidak terpisahkan dari tokoh-tokoh pemuda terpelajar Muhammad Yamin, Rustam Efendi, S. Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, Sanusi Pane, J.E. Tatengkeng, dan Amir Hamzah. Majalah Pujangga Baru terbit pertama kali pada Meitujuan 1933 dengan tujuan menumbuhkan kesustraan baru yang sesuai dengan semangat zamannya dan mempersatukan para sastrawan dalam satu wadah karena sebelumnya boleh dikatakan cerai berai dengan menulis di berbagai majalah.

Sebenarnya usaha menerbitkan suatu majalah kesustraan sudah muncul pada tahun 1921, 1925, 1929, tetapi selalu gagal. Baru pada tahun 1933 atas usaha S. Takdir Alisyabana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane dapat diterbitkan majalah bernama Pujangga Baru. Tujuannya tampak pada keterangan resmi yang berbunyi, “majalah kesustraan dan bahasa serta kebudayaan umum” kemudian berubah menjadi “pembawa semangat baru dalam kesustraan, seni, kebudayaan dan soal masyarakat umum”, dan berganti lagi menjadi “pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk kebudayaan persatuan Indonesia”(Rosidi, 1969: 35).

Menurut Mantik (2004: 4) subjudul “Majalah Kesustraan dan Bahasa serta Kebudayaan Umum” berlangsung tahun 1933-1934, kemudian berubah menjadi “Majalah Bulanan Kesustraan dan Bahasa serta Seni dan Kebudayaan” tahun 1934-1935, dan pada tahun 1935-1936 menjadi “Pembawa Semangat Baru dalam Kesustraan, Seni, Kebudayaan, dan Soal Masyarakat Umum”. Pada penerbitan selanjutnya subjudulnya adalah “Majalah Bulanan Pembimbing Semangat Baru yang Dinamis untuk Membentuk Kebudayaan Persatuan Indonesia”. Dengan demikian, tujuan yang semula terbatas kesustraan dan bahasa meluas ke masalah-masalah kebudayaan umum sejalan dengan makin maraknya kesadaran nasional untuk membangun kebudayaan Indonesia baru. Hal itu dapat dipahami karena pada 28 Oktober 1928 telah tercetus Sumpah Pemuda yang merupakan momentum penting dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Tentu saja pada waktu itu belum terdengar atau tertulis kata-kata Indonesia Raya, apalagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, semangat mereka masih terbatas pada harapan membangun masyarakat yang makin sadar pada nasionalisme.

Majalah Pujangga Baru mendapat sambutan hangat dari sejumlah terpelajar, seperti: Adinegoro, Ali Hasjmy, Amir Sjarifuddin, Aoh K. Hadimadja, H.B. Jassin, I Gusti Nyoman Panji Tisna, J.E. Tatengkeng, Karim Halim, L.K. Bohang, Muhammad Dimjati, Poerbatjaraka, Selasih, Sumanang, Sutan Sjahrir, dan W.J.S. Poerwadarminta. Namun, di sisi lain, majalah itu tidak ditanggapi oleh kaum bangsawan Melayu, dan bahkan dikritik keras oleh para guru yang setia kepada pemerintahan kolonial Belanda. Kata mereka, majalah tersebut merusak bahasa Melayu karena memasukkan bahasa daerah dan bahasa asing.

Majalah itu bertahan terbit hingga tahun 1942, kemudian dilarang oleh pengusaha militer Jepang karena dianggap kebarat-baratan dan progresif. Akan tetapi, setelah Indonesia merdeka dapat diterbitkan lagi pada tahun 1949-1953 di bawah kendali A. Takdir Alisjahbana dengan dukungan tenaga-tenaga baru, seperti Achdiat K. Mihardja S. Hartowardojo, dan Rivai Apin. Tentu saja semangatnya sudah berbeda dengan semangat tahun 1930-an karena kondisi sosial politik pun sudah berubah.

Majalah Pujangga Baru mendapat sambutan hangat dari sejumlah terpelajar, seperti: Adinegoro, Ali Hasjmy, Amir Sjarifuddin, Aoh K. Hadimadja, H.B. Jassin, I Gusti Nyoman Panji Tisna, J.E. Tatengkeng, Karim Halim, L.K. Bohang, Muhammad Dimjati, Poerbatjaraka, Selasih, Sumanang, Sutan Sjahrir, dan W.J.S. Poerwadarminta. Namun, di sisi lain, majalah itu tidak ditanggapi oleh kaum bangsawan Melayu, dan bahkan dikritik keras oleh para guru yang setia kepada pemerintahan kolonial Belanda. Kata mereka, majalah tersebut merusak bahasa Melayu karena memasukkan bahasa daerah dan bahasa asing.

Majalah itu bertahan terbit hingga tahun 1942, kemudian dilarang oleh pengusaha militer Jepang karena dianggap kebarat-baratan dan progresif. Akan tetapi, setelah Indonesia merdeka dapat diterbitkan lagi pada tahun 1949-1953 di bawah kendali A. Takdir Alisjahbana dengan dukungan tenaga-tenaga baru, seperti Achdiat K. Mihardja S. Hartowardojo, dan Rivai Apin. Tentu saja semangatnya sudah berbeda dengan semangat tahun 1930-an karena kondisi sosial politik pun sudah berubah.

Menurut Mantik (2004: 4) subjudul “Majalah Kesustraan dan Bahasa serta Kebudayaan Umum” berlangsung tahun 1933-1934, kemudian berubah menjadi “Majalah Bulanan Kesustraan dan Bahasa serta Seni dan Kebudayaan” tahun 1934-1935, dan pada tahun 1935-1936 menjadi “Pembawa Semangat Baru dalam Kesustraan, Seni, Kebudayaan, dan Soal Masyarakat Umum”. Pada penerbitan selanjutnya subjudulnya adalah “Majalah Bulanan Pembimbing Semangat Baru yang Dinamis untuk Membentuk Kebudayaan Persatuan Indonesia”.



Dengan demikian, tujuan yang semula terbatas kesustraan dan bahasa meluas ke masalah-masalah kebudayaan umum sejalan dengan makin maraknya kesadaran nasional untuk membangun kebudayaan Indonesia baru. Hal itu dapat dipahami karena pada 28 Oktober 1928 telah tercetus Sumpah Pemuda yang merupakan momentum penting dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Tentu saja pada waktu itu belum terdengar atau tertulis kata-kata Indonesia Raya, apalagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, semangat mereka masih terbatas pada harapan membangun masyarakat yang makin sadar pada nasionalisme.

Sementara itu, Poerbatjaraka berpendapat bahwa sumbangan kesejarahan itu sudah ada dan tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang jalannya sejarah sehingga orang bisa menengok ke belakang sebagai landasan mengatur hari-hari yang akan datang.

Menurut Mantik (2004: 4) subjudul “Majalah Kesustraan dan Bahasa serta Kebudayaan Umum” berlangsung tahun 1933-1934, kemudian berubah menjadi “Majalah Bulanan Kesustraan dan Bahasa serta Seni dan Kebudayaan” tahun 1934-1935, dan pada tahun 1935-1936 menjadi “Pembawa Semangat Baru dalam Kesustraan, Seni, Kebudayaan, dan Soal Masyarakat Umum”. Pada penerbitan selanjutnya subjudulnya adalah “Majalah Bulanan Pembimbing Semangat Baru yang Dinamis untuk Membentuk Kebudayaan Persatuan Indonesia”. Dengan demikian, tujuan yang semula terbatas kesustraan dan bahasa meluas ke masalah-masalah kebudayaan umum sejalan dengan makin maraknya kesadaran nasional untuk membangun kebudayaan Indonesia baru. Hal itu dapat dipahami karena pada 28 Oktober 1928 telah tercetus Sumpah Pemuda yang merupakan momentum penting dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Tentu saja pada waktu itu belum terdengar atau tertulis kata-kata Indonesia Raya, apalagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, semangat mereka masih terbatas pada harapan membangun masyarakat yang makin sadar pada nasionalisme.
Sementara itu, Poerbatjaraka berpendapat bahwa sumbangan kesejarahan itu sudah ada dan tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang jalannya sejarah sehingga orang bisa menengok ke belakang sebagai landasan mengatur hari-hari yang akan datang.













BAB II
PEMBAHASAN

Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern Indonesia.
Angkatan Balai Pustaka Karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920 - 1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura.Pengarang dan karya sastra Angkatan Balai Pustaka
1. Merari Siregar
- Azab dan Sengsara: kisah kehidoepan seorang gadis (1921)
- Binasa kerna gadis Priangan! (1931)
- Tjinta dan Hawa Nafsu
2. Marah Roesli
- Siti Nurbaya
- La Hami
- Anak dan Kemenakan
3. Nur Sutan Iskandar
- Apa Dayaku Karena Aku Seorang Perempuan
- Hulubalang Raja (1961)
- Karena Mentua (1978)
-Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
4. Abdul Muis
- Pertemuan Djodoh (1964)
-Salah Asuhan
- Surapati (1950)
5. Tulis Sutan Sati
- Sengsara Membawa Nikmat (1928)
- Tak Disangka
- Tak Membalas Guna
- Memutuskan Pertalian (1978)
6. Aman Datuk Madjoindo
-Menebus Dosa (1964)
- Si Tjebol Rindoekan Boelan (1934)
- Sampaikan Salamku Kepadanya
7. Suman Hs.
- Kasih Ta’ Terlarai (1961)
- Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
- Pertjobaan Setia (1940)
8. Adinegoro
- Darah Muda
- Asmara Jaya
9. Sutan Takdir Alisjahbana
- Tak Putus Dirundung Malang
- Dian jang Tak Kundjung Padam (1948)
- Anak Perawan Di Sarang Penjamun (1963)
10. Hamka
- Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
- Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1957)
- Tuan Direktur (1950)
- Didalam Lembah Kehidoepan (1940)
11. Anak Agung Pandji Tisna
- Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1975)
- Sukreni Gadis Bali (1965)
- I Swasta Setahun di Bedahulu (1966)
12. Said Daeng Muntu
- Pembalasan
- Karena Kerendahan Boedi (1941)
13. Marius Ramis Dayoh
-Pahlawan Minahasa (1957)
-Putra Budiman: Tjeritera Minahasa (1951)

Pada masa itu, terbit pula majalah "Poedjangga Baroe" yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu 1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan; 2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Penulis dan karya sastra Pujangga Baru
1. Sutan Takdir Alisjahbana
a. Layar Terkembang (1948)
b. Tebaran Mega (1963)
2. Armijn Pane
a. Belenggu (1954)
b. Jiwa Berjiwa
c. Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960)
d. Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)
e. Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)
3. Tengku Amir Hamzah
a. Nyanyi Sunyi (1954)
b. Buah Rindu (1950)
c. Setanggi Timur (1939)
4. Sanusi Pane
a. Pancaran Cinta (1926)
b. Puspa Mega (1971)
c. Madah Kelana (1931/1978)
d. Sandhyakala ning Majapahit (1971)
e. Kertadjaja (1971)
5. Muhammad Yamin
a. Indonesia, Toempah Darahkoe! (1928)
b. Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
c. Ken Arok dan Ken Dedes (1951)
d. Tanah Air


6. Roestam Effendi
a. Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan (1953)
b. Pertjikan Permenungan (1953)
7. Selasih
a. Kalau Ta' Oentoeng (1933)
b. Pengaruh Keadaan (1957)
8. J.E.Tatengkeng
a. Rindoe Dendam (1934)

Sumbangan Pujangga Baru terhadap perkembangan pemikiran kebudayaan Indonesia pantas dihargai tinggi karena memberikan kesempatan para sastrawan dan budayawan untuk menyalurkan pendapat-pendapatnya sehingga berkembang polemik yang semarak sebagaimana tampak pada buku Polemik Kebudayaan susunan Achdiat K. Mihardja (1977). Tokoh-tokoh yang terlibat dalam polemik itu antara lain S. Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, R.M. Ng. Poerbatjaraka, Dr. Sutomo, Adinegoro, Dr. M. Amir, dan Ki Hadjar Dewantara. Identitas mereka itu dapat dibaca pada bagian akhir Polemik Kebudayaan, sedangkan kelengkapannya dapat dirunut pada berbagai sumber lain.
1. Adinegoro (lahir di Tawali, Sumatera Barat, 14 Agustus 1904, meninggal di Jakarta, 8 Januari 1967) keluaran sekolah jurnalistik di Jerman, pernah menjadi Pemimpin Redaksi Harian Pewarta Deli.
2. Ki Hajar Dewantara (lahir tahun 1889) berpendidikan STOVIA dan mendapat Akte LO di Den Haag. Pernah duduk sebagai pucuk pimpinan Indische Partij, pernah diasingkan ke Belanda tahun 1913,
3. M. Amir adalah tamatan STOVIA tahun 1924 dan tahun 1928 meraih gelar doctor obat-obatan di Eropa,
4. Poerbatjaraka (lahir tahun 1884) tahun 1926 mendapat gelar Doktor Ilmu Bahasa dan Filsafat di Universitas Leiden Belanda.
5. Sanusi Pane (lahir tahun 1905) berpendidikan MULO dan sekolah guru Gunung Sari di Jakarta.
6. S. Takdir Alisjahbana (lahir di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, meninggal di Jakarta 17 Juli 1994) adalah lulusan Sekolah Tinggi Kehakiman Jakarta tahun 1941 dan dikenal luas sebagai pengarang, budayawan, dan pendidik.
7. Dr. Sutomo ikut mendirikan perkumpulan Boedi Oetama tahun 1908.




Dengan pandangan yang segar mereka tampil sebagai pemikir-pemikir kebudayaan Indonesia baru, termasuk kesustraan, sehingga membedakan posisinya dengan para tokoh yang telah lebih dahulu menerbitkan karyanya di Balai Pustaka. Oleh karena itu, wajar apabila kemudian mereka disebut Angkatan Pujangga Baru sebab mereka memiliki kesamaan visi atau pandangan tentang kesustraan yang menawarkan nilai-nilai baru dengan gaya bahasa yang memperlihatkan potensi perseorangan.

Tokoh-tokoh Angkatan Pujangga Baru adalah S. Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah, Armin Pane, Sanusi Pane, Muhammad Yamin, Rustam Efendi, J.E. Tatengkeng, Asmara Hadi, dan lain-lain.
1. Amir Hamzah (1911-1946) berpendidikan HIS, MULO Medan, AMS-A Solo, dan sempat masuk Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta. Dia dikenal sebagai penyair religius dengan kumpulan sajak Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941). Telaah H.B. Jassin tentang kepenyairannya telah menghasilkan Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1963).
2. Armijn Pane (1908-1970) berpendidikan HIS, ELS, STOVIA Jakarta (1923). NIAS Surabaya (1927) dan AMS-A Solo (1931). Pernah menjadi wartawan di Surabaya. Dia terkenal dengan roman Belenggu (1940), karyanya yang lain : kumpulan cerpen Kisah antara Manusia (1953), sandiwara Jinak-Jinak Merpati (1954), dan sajak-sajak Jiwa Berjiwa (1939).
3. Asmara Hadi (1914-1976) Berpendidikan MULA Taman Siswa Bandung. Dia terkenal dengan sajak-sajak perjuangan yang penuh keyakinan. Kepenyairannya telah dibahas J.U. Nasution dalam Asmara Hadi Penyair Api Nasionalisme (1965).
4. J.E. Tatengkeng (1970-1968) berpendidikan HIS Manganir, Christelijk Middakweekschool Bandung, dan Christelijk HKS Solo. Dia dikenal dengan kumpulan sajaknya Rindu Dendam (1934).
5. Muhammad Yamin (1903-1962) berpendidikan HIS (1918), Sekolah Pertanian Bogor (1923), AMS Yogyakarta (19672), dan Sekolah Hakim Tinggi (1932). Dia dikenal sebagai perintis puisi Indonesia dengan sajaknya “Tanah Air” (1922), kumpulan sajak Indonesia Tumpah Darahku (1928), drama Ken Arok dan Ken Dedes (1930), dan sejumlah buku sejarah, politik, dan undang-undang.
6. Rusatm Efendi (1903-1979) berpendidikan HIS dan HKS Bandung (1924). Rustam Efendi menghasilkan kumpulan sajak Percikan Permenungan (1925) dan drama bersajak Bebasari (1926).
7. Sanusi Pane (1905-1968) adalah abang Armijn Pane, berpendidikan HIS, ELS, Kweekschool Jakarta (1925). Karyanya yang terkenal prosa liris Pancaran Cinta (1941), kumpulan sajak Puspa Mega (1927), kumpulan sajak Madah Kelana (1931), drama Kertajaya (1932), drama Sandyakala Ning Majapahit (1933), dan drama Manusia Baru (1940).
8. S. Takdir Alisjahbana (1908-1994) adalah sosok pribadi terpelajar yang tinggi semangat intelektualnya sejak masih pelajar HIS di Bengkulu, kemudian HKS di Bandung (1928). Menhasilkan roman Layar Terkembang (1963).

Dari catatan kecil itu saja jelaslah bahwa mereka adalah kaum terpelajar yang sadar terhadap masalah kehidupan bangsa, kemudian mampu menjabarkan pemikiran yang bersungguh-sungguh melalui artikel-artikel yang matang, bahkan dapat mengembangkan polemic yang kontruktif. Sekarang pun sulit dijelaskan pendapat siapakah yang paling benar atau terhebat karena yang dicari bukanlah pendapat-pendapat pribadi, melainkan sumbangan pikiran mereka terhadap pembangunan konsep kebudayaan Indonesia, termasuk kesusastraan.

Menurut Takdir Alisjahbana, istilah Indonesia telah dipergunakan secara luas dengan pengertian yang kabur sehingga tidak secara tegas menunjukkan pada semangat keindonesian yang baru sebagai awal pembangunan kebudayaan Indonesia raya. Keindonesiaan baru itu tumbuh setelah bangsa atau masyarakat nusantara bertemu dengan kebudayaan barat yang ditandai dengan kesadaran kaum intelektual untuk membangun suatu kehidupan baru yang semangatnya berbeda dengan masa lampau sebelum abad ke-19 yangdisebutnya sebagai pra-indonesi, bahkan disebut sebagai zaman jahiliah keindonesiaan yang hanya mengenal sejarah Oost Indische Compagnie, sejarah mataram, sejarah aceh, sejarah banjarmasin, dan lain-lain. Takdir alisjahbana menegaskan bahwa pandu-pandu kebudayaan Indonesia harus bebas dari zaman pra-Indonesia agar tidak menimbulkan perselisihan tentang landasannya, apakah Melayu, Jawa, dan sebagainya. Semangat keindonesiaan yang baru itu seharusnya berkiblat ke Barat dengan menyerap semangat atau jiwa intelektualnya sehingga wajahnya berbeda dengan masyarakat kebudayaan pra-Indonesia.

Pendapat yang teoritis dan idealis itu dikritik oleh Sanusi Pane yang berpendapat bahwa keindonesia itu sebenarnya sudah ada sejak sekian abad yang silam dalam adapt dan seni. Yang belum terbentuk adalah natie atau bangsa Indonesia, tetapi perasaan kebangsaan itu sebenarnya sudah ada walaupun belum terwujud. Sanusi Pane berpendapat bahwa kebudayaan Barat yang mengutamakan intelektualitas untuk kehidupan jasmani tidak dengan sendirinya istimewa karena terbentuk oleh tantangan alam yang keras sehingga orang harus berpikir dan bekerja keras juga. Sementara itu, kebudayaan Timur pun memiliki keunggulan, yaitu mengutamakan kehidupan rohani karena urusan jasmani sudah dimanjakan oleh alam yang serba berlimpah. Tawaran Sanusi Pane adalah mempertemukan semangat intelektual Barat dengan semangat kerohanian Timur seperti mempertemukan Faust dengan Arjuna.

Pendapat tersebut di mata Takdir Alisjahbana masih kabur dalam soal istilah Indonesia karena Sanusi Pane dianggap mencapuradukkan arti Indonesia yang diapakai ahli ilmu bangsa-bangsa (etnologi) dengan konsep yang dipakai kaum politik di awal kebangkitan nasional. Takdir menegaskan bahwa di zaman Majapahit, Diponegoro, Teuku Umar, belum ada keindonesiaan yang disadari oleh masyarakat.








Pada masa itu, terbit pula majalah "Poedjangga Baroe" yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu 1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan; 2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.

Penulis dan karya sastra Pujangga Baru
9. Sutan Takdir Alisjahbana
a. Layar Terkembang (1948)
b. Tebaran Mega (1963)
10. Armijn Pane
a. Belenggu (1954)
b. Jiwa Berjiwa
c. Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960)
d. Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)
e. Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)
11. Tengku Amir Hamzah
a. Nyanyi Sunyi (1954)
b. Buah Rindu (1950)
c. Setanggi Timur (1939)
12. Sanusi Pane
a. Pancaran Cinta (1926)
b. Puspa Mega (1971)
c. Madah Kelana (1931/1978)
d. Sandhyakala ning Majapahit (1971)
e. Kertadjaja (1971)
13. Muhammad Yamin
a. Indonesia, Toempah Darahkoe! (1928)
b. Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
c. Ken Arok dan Ken Dedes (1951)
d. Tanah Air


14. Roestam Effendi
a. Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan (1953)
b. Pertjikan Permenungan (1953)
15. Selasih
a. Kalau Ta' Oentoeng (1933)
b. Pengaruh Keadaan (1957)
16. J.E.Tatengkeng
a. Rindoe Dendam (1934)

Dengan pandangan yang segar mereka tampil sebagai pemikir-pemikir kebudayaan Indonesia baru, termasuk kesustraan, sehingga membedakan posisinya dengan para tokoh yang telah lebih dahulu menerbitkan karyanya di Balai Pustaka. Oleh karena itu, wajar apabila kemudian mereka disebut Angkatan Pujangga Baru sebab mereka memiliki kesamaan visi atau pandangan tentang kesustraan yang menawarkan nilai-nilai baru dengan gaya bahasa yang memperlihatkan potensi perseorangan.
Tokoh-tokoh Angkatan Pujangga Baru adalah S. Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah, Armin Pane, Sanusi Pane, Muhammad Yamin, Rustam Efendi, J.E. Tatengkeng, Asmara Hadi, dan lain-lain.
9. Amir Hamzah (1911-1946) berpendidikan HIS, MULO Medan, AMS-A Solo, dan sempat masuk Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta. Dia dikenal sebagai penyair religius dengan kumpulan sajak Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941). Telaah H.B. Jassin tentang kepenyairannya telah menghasilkan Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1963).
10. Armijn Pane (1908-1970) berpendidikan HIS, ELS, STOVIA Jakarta (1923). NIAS Surabaya (1927) dan AMS-A Solo (1931). Pernah menjadi wartawan di Surabaya. Dia terkenal dengan roman Belenggu (1940), karyanya yang lain : kumpulan cerpen Kisah antara Manusia (1953), sandiwara Jinak-Jinak Merpati (1954), dan sajak-sajak Jiwa Berjiwa (1939).
11. Asmara Hadi (1914-1976) Berpendidikan MULA Taman Siswa Bandung. Dia terkenal dengan sajak-sajak perjuangan yang penuh keyakinan. Kepenyairannya telah dibahas J.U. Nasution dalam Asmara Hadi Penyair Api Nasionalisme (1965).
12. J.E. Tatengkeng (1970-1968) berpendidikan HIS Manganir, Christelijk Middakweekschool Bandung, dan Christelijk HKS Solo. Dia dikenal dengan kumpulan sajaknya Rindu Dendam (1934).
13. Muhammad Yamin (1903-1962) berpendidikan HIS (1918), Sekolah Pertanian Bogor (1923), AMS Yogyakarta (19672), dan Sekolah Hakim Tinggi (1932). Dia dikenal sebagai perintis puisi Indonesia dengan sajaknya “Tanah Air” (1922), kumpulan sajak Indonesia Tumpah Darahku (1928), drama Ken Arok dan Ken Dedes (1930), dan sejumlah buku sejarah, politik, dan undang-undang.
14. Rusatm Efendi (1903-1979) berpendidikan HIS dan HKS Bandung (1924). Rustam Efendi menghasilkan kumpulan sajak Percikan Permenungan (1925) dan drama bersajak Bebasari (1926).
15. Sanusi Pane (1905-1968) adalah abang Armijn Pane, berpendidikan HIS, ELS, Kweekschool Jakarta (1925). Karyanya yang terkenal prosa liris Pancaran Cinta (1941), kumpulan sajak Puspa Mega (1927), kumpulan sajak Madah Kelana (1931), drama Kertajaya (1932), drama Sandyakala Ning Majapahit (1933), dan drama Manusia Baru (1940).
16. S. Takdir Alisjahbana (1908-1994) adalah sosok pribadi terpelajar yang tinggi semangat intelektualnya sejak masih pelajar HIS di Bengkulu, kemudian HKS di Bandung (1928). Menhasilkan roman Layar Terkembang (1963).


























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pujangga Baru tahun 1930-an tidak terpisahkan dari tokoh-tokoh pemuda terpelajar Muhammad Yamin, Rustam Efendi, S. Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, Sanusi Pane, J.E. Tatengkeng, dan Amir Hamzah.
Majalah Pujangga Baru mendapat sambutan hangat dari sejumlah terpelajar, seperti: Adinegoro, Ali Hasjmy, Amir Sjarifuddin, Aoh K. Hadimadja, H.B. Jassin, I Gusti Nyoman Panji Tisna, J.E. Tatengkeng, Karim Halim, L.K. Bohang, Muhammad Dimjati, Poerbatjaraka, Selasih, Sumanang, Sutan Sjahrir, dan W.J.S. Poerwadarminta. Namun, di sisi lain, majalah itu tidak ditanggapi oleh kaum bangsawan Melayu, dan bahkan dikritik keras oleh para guru yang setia kepada pemerintahan kolonial Belanda. Kata mereka, majalah tersebut merusak bahasa Melayu karena memasukkan bahasa daerah dan bahasa asing.
















Daftar Rujukan

Yudiono K.S. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo

Dari http://www.google.co.id
Dari http://www.wekipedia.com
Dari http://www.geocities.com/daudp65/

MAKALAH EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Adalah suatu kesalahan besar jika kita menganggap bahwa persoalan dalam pemilihan kata adalah suatu persoalan yang sederhana, tidak perlu dibicarakan atau dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya secara wajar pada diri manusia. Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menjumpai orang-orang yang sangat sulit mengungkapkan maksud atau segala sesuatu yang ada dalam pikirannya dan sedikit sekali variasi bahasanya. Kita pun juga menjumpai orang-orang yang boros sekali dalam memakai perbendaharaan katanya, namun tidak memiliki makna yang begitu berarti. Oleh karena itu agar tidak terseret ke dalam dua hal tersebut, kita harus mengetahui betapa pentingnya peranan kata dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata mengandung makna bahwa setiap kata mengungkapkan sebuah gagasan. Kata-kata merupakan alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Jika kita sadar akan hal itu, berarti semakin banyak kata yang kita kuasai, semakin banyak pula ide atau gagasan yang kita kuasai dan sanggup kita ungkapkan.
Tujuan manusia berkomunikasi lewat bahasa adalah agar saling memahami antara pembicara dan pendengar, atau antara penulis dan pembaca. Dalam berkomunikasi, kata-kata disatu-padukan dalam suatu konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis yang ada dalam suatu bahasa. Dalam hal ini, pemilihan kata yang tepat menjadi salah satu faktor penentu dalam komunikasi.

Pemilihan kata merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam hal tulis-menulis maupun berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Pemilihan kata berhubungan erat dengan kaidah sintaksis, kaidah makna, kaidah hubungan sosial, dan kaidah mengarang. Kaidah-kaidah ini saling mendukung sehingga tulisan atau apa yang kita bicarakan menjadi lebih berbobot dan bernilai serta lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh orang lain.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang makalah ini, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Apakah pengertian dari EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)?
2. Apa fungsi utama penggunaan EYD dalam Bahasa Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Agar para pembaca dapat lebih mengerti dan memahami penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam Tata Bahasa Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN


I. Pemakaian Huruf
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama
A a a J j je S s es
B b be K k ka T t te
C c ce L l el U u u
D d de M m em V v ve
E e e N n en W w we
F f ef O o o X x eks
G g g P p pe Y y ye
H h h Q q ki Z z zet
I i i R r Er

B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, i, u, e, dan o.
Huruf Vokal Contoh Pemakaian dalam Kata
di Awal di Tengah di Akhir
a adik pamit bursa
i ini minyak Arti
u udang bulan Itu
e* enak perak sore
elang kembali tipe
o oleh kota radio

* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Contoh:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Sidang itu dihadiri oleh pejabat teras pemerintah.
Kami menonton film seri (séri).
Pertandingan itu berakhir seri.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf:
Huruf Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata
di awal di tengah di akhir
B bentuk Abdi Adab
C cinta Macam -
D daun Andil Abad
F fana kafilah Khilaf
G garam Agung Balig
H hasil Mahal Sawah
J jatuh Haji Makhraj
K kasih Nikmat Politik
Rakyat* Tidak*
L lama Malam Amal
M minyak Sampah Ayam
N nama Anda Aman
P pasti Api Asap
Q** quran Furqan -
R rasa warna Mawar
S siswa Besi Manis
T tali Hati Pahat
V variasi Larva -
W wasiat Awan -
X** xenon - -
Y yaitu Bayi -
Z ziarah Jazirah Juz

* huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan ai, au, dan oi.
Huruf Diftong Contoh pemakaian dalam kata
Di awal Di tengah Di akhir
Ai Ain syaitan pandai
Au Aula saudara harimau
Oi - boikat amboi
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
Gabungan Huruf Konsonan Contoh Pemakaian dalam kata
Di awal Di tengah Di Akhir
Kh Khusus akhir tarikh
Ny Nyata hanyut -
Sy Syarat isyarat -
Ng Ngilu bangun senang

Dalam hal ini serimg kita jumpai persamaan dalam melafalkan huruf antara negara satu dengan yang lainya,persamaan ini disebabkan adanya sebuah kesepakatan diantara negara-negara yang ada,di tambah lagi adanya bahasa internasional yang pasti membuat persamaan lafal dalam pengucapan semakin terbiasa.
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Contoh: ma-af, la-in, ni-at.
Huruf diftong ai,au,oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Contoh:
Au-la bukan a-u-la
Am-boi bukan am-bo-i
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Contoh:
Le-wat, me-rah, ba-yam, mu-ta-khir, de-la-pan.
c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Contoh:
Sam-bal, ber-sih, pas-ti, war-ga.
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan diantara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Contoh:
Bang-krut, ikh-las, ul-tra.
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Contoh:
Mem-beri-kan, men-caci, mem-beli.
Catatan:
a. bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b. Akhiran –i tidak dipenggal.
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut
Contoh: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-ri-gi.
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsure lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur ituatau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaedah 1a, 1b, 1c, 1d, di atas.
Contoh:
mili-meter, mi-li-me-ter
intro-speksi, in-tro-spek-si
bio-grafi, bi-o-gra-fi
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang laindisesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.


II. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Contoh:
Ayahku pergi ke kantor.
Dia selalu menunggu temannya yang terlambat.
Bagaimana kabarnya?
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh:
Aji bertanya, “Dari mana kamu?”
“Aku dari rumah temanku,” jawab Tika.
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci,termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh:
Allah, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang.
Quran, Injil, Islam, Kristen.
Semoga Tuhan selalu melimpahkan rahmat-Nya.
Dialah Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh:
Panglima Sudirman, Sultan Hasanuddin, Nabi Muhammad, Imam Syafi’i.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Contoh:
Ia baru saja di angkat menjadi panglima.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nam orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh:
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Tengah, Wakil Presiden Yusuf Kalla.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
Contoh:
Siapakah presiden yang baru dilantik kemarin?
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Contoh:
Meiko Fairuzia Adriani, Muhammad Faisal Adrianto, Agnes Monica.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Contoh:
5 newton, 220 volt.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Contoh:
suku Jawa, bangsa Indonesia, bahasa Indonesia.
Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Contoh:
Mengindonesiakan kata asing.
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh:
tahun Masehi, hari Jum’at, hari Lebaran, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Contoh:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Contoh:
Jawa Tengah, Surabaya, Selat Sunda, Jazirah Arab, Dataran Tinggi Dieng.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
Contoh:
Menyeberangi selat, pergi ke arah barat.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Contoh:
Republik Rakyat China, Dewan Perwakilan Daerah, Departemen Kesehatan.
Hururf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi Negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Contoh:
Menjadi sebuah republik, menurut undang-undang yang berlaku.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, aerta dokumen resmi.
Contoh:
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Undang-Undang Dasar.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Saya sudah membaca majalah Bahasa dan Sastra.
Ia menyelesaikan makalah “Sejarah Islam Zaman Pertengahan”.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Contoh:
S.Pd. sarjana pendidikan
S.H. sarjana hokum
S.Ag. sarjana agama
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Contoh:
“Kapan Ibu pergi ke pasar?” tanya Meiko.
Para siswa mengunjungi Pak Hasan.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Contoh:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Anda harus angkat kaki dari rumah ini. Rumah Anda telah kami sita.
Apakah Anda sudah tahu?

B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,majalah,dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Majalah Bahasa dan Kesusastraan,buku Negara-kertagama karangan Prapanca,surat kabar Suara Karya.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai dalam menegaskan atau mengkhususkan huruf,bagian kata,kata,atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3. Huruf miring dan cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
Politik devite et impera pernah merajalela di negeri ini.
III. Penulisan Kata
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu-kesatuan.
Contoh:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
B. Kata turunan
1. Imbuhan (awalan,sisipan,akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh:bergeletar,dikelola,penatapan,menengok,mempermainkan.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata,awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya:
bertepuk tangan,garis bawahi,menganak sungai,sebar luaskan.
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya: menggarisbawahi,menyebarluaskan,dilipatgandakan,penghancurleburan.
4. Jika salah satu unsure gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh: antarkota,dasawarsa,adipati,audiogram,ekstrakurikuler,elektroteknik,introspeksi,semipropesional,dan lain-lain.
C. Gabungan Kata
1) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemu,termasuk istilah khusus,unsure-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya: duta besar,kambing hitam,orang tua,rumah sakit umum.
2) Gabungan kata,termasuk istilah khusus,yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsure yang bersangkutan.
Misalnya:
Alat pandang-dengar,anak-istri saya,buku sejarah-baru,mesin-hitung tangan.
3) Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya: acapkali, adakalanya, belasungkawa, halalbihalal, titimangsa, saptamarga, radioaktif.
D. Kata Ganti –ku, kau, -mu, -nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya;-ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
E. Kata Depan di, ke, dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebgai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Ke mana saja Hadlor selama ini?
F. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
G. Partikel
a. Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Siapakah gerangan Dia?
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Apalah gunanya bersedih hati?
b. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Jangankan dua kali,satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Apa pun yang dimakannya,ia tetap kurus.
Catatan: kelompok yang lazim dianggap padu,misalnya adapun, andaipun, bagaimanapun, biarpun, sekalipun, walaupun, kalaupun, kendatipun, sungguhpun ditulis serangkai.

Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.
c. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahuluinya atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Harga kain itu Rp.2.000,00 per helai.
Mereka masuk ke dalam kelas satu per satu.
H. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang,nama gelar,sapaan,jabatan,atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
A.S. Kramawijaya , Muh. Yamin , Suman Hs. , Sukanto S.A.
M.Sc. master of science
Sdr. Saudara
S.Kar. sarjana Karawitan
Kol. Colonel
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf capital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
SMTP Sekolah Menengah Tengah Pertama
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
dll. dan lain-lain
sda. sama dengan atas
dst. dan seterusnya

Tetapi:
a.n. atas nama
u.b. untuk beliau
d.a. dengan alamat
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran,takaran,timbangan,dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Cu kuprum
kVA kilovolt-ampere
TNT trinitrotoluen
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
I. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
IAIN Institut Agama Islam Negeri
SIM Surat Izin Mengemudi
II. Akronim nama diiri yang berupa gabungan suku kata atau huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia.
Sespa Sekolah Staf Pimpinan Administrasi.
III. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf,suku kata,ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
pemilu pemilihan umum
rudal peluru kendali
I. Angka dan Lambang Bilangan
• Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor.
Angka Romawi: I,II,III,IV,….
Angka Arab: 0,1,2,3,4,5,…
• Angka yang digunakan untuk menyatakan ukuran panjang, berat, isi, satuan waktu, dan nilai barang.
11 meter persegi
Rp. 10.000,00
• Angka lazim untuk menandai nomor jalan,rumah,apartemen atau kamar pada alamat.
Jalan Pemuda No. 104 Surabaya
Hotel Sheraton, kamar 30
• Angka yang digunakan juga untuk menomori karangan atau bagiannya.
Bab VI, pasal 20, halaman 35
Surat Al-Ikhlas : 2
• Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
a. Bilangan utuh
27 dua puluh tujuh
b. Bilangan pecahan
100% seratus persen
• Penulisan kata bilangan tingkat.
Tingkat III
Tingkat ke-3
Tingkat ketiga
• Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an.
Tahun 1000-an atau tahun seribuan.

IV. Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Berdasrka taraf integrasinya, unsure pinjamam dalam bahasa Indonesia dapat di bagi atas dua golongan besar. Pertama. unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shuttle cock, reshuffle. Unsur-unsur tersebut di pakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi pengucapannya Masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yamg penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

V. Pemakaian Tanda Baca
A. Tanda Titik
Tanda titik dipakai pada atau untuk:
a. akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh :
Roni membaca buku ceita.
Dia menanyakan siapa yang duduk disana.
b. di belakang angka atau huruf dalam suatu bagian.
Misalnya :
a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal
Pembangunan
Masyarakat Desa
c. memisahkan angka jam, menit dan detik yang menunjukkan jangka waktu maupun jangka waktu.
Contoh : Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik).
d. memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Ia lahir pada tahun 1965 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
e. Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan,tabel dan seterusnya.
Contoh : Acara Kunjungan Adam Malik
(Bab I UUD’45)
f. Tidak dipakai dibelakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
B. Tanda Koma
a) Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilang.
Ibu membeli buah, sayur, dan telur
b) Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, melainkan.
Andi tidak pergi ke Surabaya, tetapi ke Jakarta.
c) Memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika mendahuluinya.
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
d) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat, termasuk didalamnya oleh karena itu,meskipun begitu, jadi, akan tetapi.
Jadi, kita harus datang tepat waktu.
e) Dipakai di belakang kata-kata seperti wah, aduh, kasihan, yang terdapat pada awal kalimat.
Wah, makanan ini enak sekali!
O, jadi begitu caranya?
f) Untuk memisahkan petikan dari bagian lain kalimat.
“jangan malas belajar!”, seru Pak Guru.
g) Dipakai diantara alamat,tempat dan tanggal,nama tempat wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Surabaya, 8 Nopember 2008.
h) Untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
i) Tanda koma dipakai diantara bagian-bagian dari catatan kaki.
j) Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi.
k) Dapat dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
l) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian yang lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2. Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat setara dalam kalimat majemuk.
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu;Ibu sibuk bekerja di dapur;Saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”.
D. Tanda Titik Dua (:)
Tanda titik dua dipakai untuk :
Pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian.
Ayah membeli bahan bangunan seperti : pasir, batu bata, semen, kayu, dan lain-lain.
Sesudah ungkapan atau kata yang memerlukan pemerian.
Contoh:
1. Ketua : M.Hadlor
Sekretaris : Shinta Hamidah
Dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Ibu : “Kapan kamu pergi ke Jakarta?”
Doni : “mungkin minggu depan Bu”
Tidak dipakai kalau rangkaian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Dipakai diantara jilid atau nomor dan halaman,diantara bab dan ayat dalam kitab.
Surat Al-Baqarah : 27


E. Tanda Hubung (-)
Untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Menyambung awalan dengan bagian kata akhiran dan depannya pada pergantian baris.
Menyambung unsur-unsur kata ulang.
Menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.
Untuk merangakaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
F. Tanda Pisah
o Untuk menyatakan suatu pikiran tambahan.
o Memperluas rangkaian bagian kalimat, sehingga menjadi lebih jelas.
o Dipakai diantara dua nilangan berarti ‘sampai dengan’ sedangkan bila dipakai antara dua tempat atau kota berarti ke atau sampai.
o Menyatakan suatu ringkasan atau gelar.
G. Tanda Elipsis (…)
Untuk menyatakan ujaran yang terputus-putus
Menyatakan ada bagian yang dihilangkan dalam suatu kutipan
Digunakan pada akhir kalimat karena menghilangkan bagian tertentu sesudah kalimat itu berakhir.
Untuk meminta kepada pembaca mengisi sendiri kelanjutan dari sebuah kalimat.
H. Tanda Tanya
Dipakai pada akhir kalimat tanya
Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya
I. Tanda Seru
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan yang berupa seruan atau erintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
J. Tanda Kurung
o Dipakai untuk mengapit tambahan penjelasan.
o Untuk mengapit penjelasan yang bukan bagian pokok pembicaraan.
o Mengapit huruf atau kata yang didalam kata dapat dihilangkan.
o Mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
K. Tanda Kurung Siku
Untuk mengapit huruf, kata, kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan bagi orang lain, serta mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
L. Tanda Petik
1) Tanda petik untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaran dan naskah atau bahan tertulis lain.
2) Mengapit judul syair, karangan atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
3) Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
4) Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
5) Ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang diartikan khusus pada bagian kalimat.
M. Tanda Petik Tunggal
a) Untuk mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
b) Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit makna,terjemahan,atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
N. Tanda garis miring
a) Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
b) Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau dan tiap.
O. Tanda penyingkat atau apostrof
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata bagian angka tahun.
Dia t’lah pergi dari kehidupanku. (t’lah = telah)

Dari semua penjelasan di atas pemakaian EYD amatlah penting dalam semua karya tulis,karena semua hal yang behubungan dengan tulisan pasti menggunakan aturan ini baik resmi maupun tidak resmi,secara tiadk langsung dengan adanya pemakaian EYD dengan benar akan memberi pengajaran pada orang awam yang kurang tau tentang aturan dalam tulis menulis.

BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan.
EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena dalam sebuah karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail.
Singkatnya EYD digunakan untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.

B. SARAN
Sudah selayaknya kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar khususnya dalam bahasa tulis. Dengan adanya penjabaran tentang pamakaian EYD diharapkan para pembaca dapat memahami dan menerapkan penggunaan EYD dalam pembuatan suatu karya tulis.Dan semoga penjabaran ini dapat bermanfaat bagi kita semua.










DAFTAR PUSTAKA





Agustin, Risa, S.Pd. 2008. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan. Surabaya: SERBA JAYA.

MAKALAH PENGARUH PERPUSTAKAAN SEKOLAH TERHADAP MUTU PENDIDIKAN

KATAPENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui seberapa besar pengaruh perpustakaan sekolah terhadap mutu pendidikan yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang “Pengaruh Perpustakaan Sekolah terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah” dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru/dosen pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.






Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH 3
B. IDENTIFIKASI MASALAH 4
C.PEMBATASANMASALAH……………………………………………………………………………………………………5
D.PERUMUSANMASALAH.……………………………………………………………………………………………………6
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………………………7
A.TUJUANPERPUSTAKAANSEKOLAH.……………………………………………………………………………………8
B.FUNGSIPERPUSTAKAANSEKOLAH.……………………………………………………………………………………9
C. SUMBANGAN PERPUSTAKAAN TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN DI
SEKOLAH………10
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………………11
A.SIMPULAN………………………………………………………………………………………………………………………12
B.SARAN……………………………………………………………………………………………………………………………13


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan, memungkinkan kita berpikir kritis, kreatif, dan produktif.
Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa negara kita ingin mewujudkan masyarakat yang cerdas. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat belajar. Masyarakat belajar dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan keterampilan mendengar dan minat baca yang besar. Apabila membaca sudah merupakan kebiasaan dan membudaya dalam masyarakat, maka jelas buku tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.
Dalam dunia pendidikan, buku terbukti berdaya guna dan bertepat guna sebagai salah satu sarana pendidikan dan sarana komunikasi. Dalam kaitan inilah perpustakaan dan pelayanan perpustakaan harus dikembangkan sebagai salah satu instalasi untuk mewujudkan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Perpustakaan merupakan bagian yang vital dan besar pengaruhnya terhadap mutu pendidikan.
Judul makalah ini sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan.

B. IDENTIFIKASI MASALAH (LATAR BELAKANG)
Sesuai dengan judul makalah ini “Pengaruh Perpustakaan Sekolah terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah”, terkait dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah dan fungsi serta sumbangan perpustakaan terhadap pelaksanaan program tersebut.
Berkaitan dengan judul tersebut, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Bagaimana peran perpustakaan terhadap pelaksanaan program pendidikan di sekolah
2. Bagaimana cara agar perpustakaan sekolah benar-benar dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ?

C. PEMBATASAN MASALAH.
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah :
a. Peran perpustakaan terhadap pelaksanaan program pendidikan di sekolah;
b. Cara-cara agar perpustakaan sekolah benar-benar dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

D. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana deskripsi peran perpustakaan terhadap pelaksanaan program pendidikan di sekolah ?
2. Bagaimana deskripsi cara agar perpustakaan sekolah benar-benar dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ?

BAB II
PEMBAHASAN

Perpustakaan merupakan bagian intergral dari lembaga pendidikan sebagai tempat kumpulan bahan pustaka, baik berupa buku maupun bukan buku.
Sesuai dengan judul makalah ini, pembahasan meliputi tujuan perpustakaan, fungsi perpustakaan dan sumbangan perpustakaan terhadap pelaksanaan program pendidikan.

A. TUJUAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH.
Tujuan utama penyelenggaraan perpustakaan sekolah adalah meningkatkan mutu pendidikan bersama-sama dengan unsur-unsur sekolah lainnya. Sedangkan tujuan lainnya adalah menunjang, mendukung, dan melengkapi semua kegiatan baik kurikuler, ko-kurikuler dan ekstra kurikuler, di samping dimaksudkan pula dapat membantu menumbuhkan minat dan mengembangkan bakat murid serta memantapkan strategi belajar mengajar.
Namun secara operasional tujuan perpustakaan sekolah bila dikaitkan dengan pelaksanaan program di sekolah, diantaranya adalah :
1. Memupuk rasa cinta, kesadaran, dan kebiasaan membaca.
2. Membimbing dan mengarahkan teknik memahami isi bacaan.
3. Memperluas pengetahuan para siswa.
4. Membantu mengembangkan kecakapan berbahasa dan daya pikir para siswa dengan menyediakan bahan bacaan yang bermutu.
5. Membimbing para siswa agar dapat menggunakan dan memelihara bahan pustaka dengan baik.
6. Memberikan dasar-dasar ke arah studi mandiri.
7. Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk belajar bagaimana cara menggunakan perpustakaan dengan baik, efektif dan efisien, terutama dalam menggunakan bahan-bahan referensi.
8. Menyediakan bahan-bahan pustaka yang menunjang pelaksaanan program kurikulum di sekolah baik yang bersifat kurikuler, kokurikuler, maupun ekstra kurikuler.

B. FUNGSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH.
Berdasarkan tujuan perpustakaan sekolah, maka dapat dirumuskan beberapa fungsi perpustakaan, sebagai berikut :
1. Fungsi Edukatif.
Yang dimaksud dengan fungsi edukatif adalah perpustkaan menyediakan bahan pustaka yang sesuai dengan kurikulum yang mampu membangkitkan minat baca para siswa, mengembangkan daya ekspresi, mengembangkan kecakapan berbahasa, mengembangkan gaya pikir yang rasional dan kritis serta mampu membimbing dan membina para siswa dalam hal cara menggunakan dan memelihara bahan pustaka dengan baik.

2. Fungsi Informatif.
Yang dimaksud dengan fungsi informatif adalah perpustakaan menyediakan bahan pustaka yang memuat informasi tentang berbagai cabang ilmu pengetahuan yang bermutu dan uptodate yang disusun secara teratur dan sistematis, sehingga dapat memudahkan para petugas dan pemakai dalam mencari informasi yang diperlukannya.

3. Fungsi Administratif
Yang dimaksudkan dengan fungsi administratif ialah perpustakaan harus mengerjakan pencatatan, penyelesaian dan pemrosesan bahan-bahan pustaka serta menyelenggarakan sirkulasi yang praktis, efektif, dan efisien.
4. Fungsi Rekreatif.
Yang dimaksudkan dengan fungsi rekreatif ialah perpustakaan disamping menyediakan buku-buku pengetahuan juga perlu menyediakan buku-buku yang bersifat rekreatif (hiburan) dan bermutu, sehingga dapat digunakan para pembaca untuk mengisi waktu senggang, baik oleh siswa maupun oleh guru.
5. Fungsi Penelitian
Yang dimaksudkan dengan fungsi penelitian ialah perpustakaan menyediakan bacaan yang dapat dijadikan sebagai sumber / obyek penelitian sederhana dalam berbagai bidang studi.

C. SUMBANGAN PERPUSTAKAAN TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN DI SEKOLAH.
Bila diperhatikan secara jenih, maka perpustakan sekolah sesungguhnya memberikan sumbangan terhadap pelaksanaan program pendidikan di sekolah. Sumbangan / peranan perpustakaan antara lain :
1. Perpustakaan merupakan sumber ilmu pengetahuan dan pusat kegiatan belajar.
2. Perpustakaan merupakan sumber ide-ide baru yang dapat mendorong kemauan para siswa untuk dapat berpikir secara rasional dan kritis serta memberikan petunjuk untuk mencipta.
3. Perpustakaan akan memberikan jawaban yang cukup memuaskan bagi para siswa, sebagai tuntutan rasa keingintahuan terhadap sesuatu, benar-benar telah terbangun.
4. Kumpulan bahan pustaka (koleksi) di perpustakaan memberika kesempatan membaca bagi para siswa yang mempunyai waktu dan kemampuan yang beraneka ragam.
5. Perpustakaan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mempelajari cara mempergunakan perpustakaan yang efisien dan efektif.
6. Perpustakaan akan membantu para siswa dalam meningkatkan dalam kemampuan membaca dan memperluas perbendaharaan bahasa.
7. Perpustakaan dapat menimbulkan cinta membaca, sehingga dapat mengarahkan selera dan apresiasi siswa dalam pemilihan bacaan.
8. Perpustakaan memberikab kepuasan akan pengetahuan di luar kelas.
9. Perpustakaan merupakan pusat rekreasi yang dapat memberikan hiburan yang sehat.
10. Perpustakaan memberikan kesempatan kepada para siswa dan guru untuk mengadakan penelitian.
11. Perpustakaan merupakan batu loncatan bagi para siswa untuk melanjutkan kebiasaan hidup membaca di sekolah yang lebih tinggi.
12. Kegairahan / minat baca siswa yang telah dikembangkan melalui perpustakaan sangat berpengaruh positif terhadap prestasi belajarnya.
13. Bila minat membaca sudah tumbuh dan berkembang pada diri siswa, maka perpustakaan juga dapat mengurangi jajan anak, yang ini biasanya dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan anak.
14. Bahkan perpustakaan juga bagi anak-anak dapat menjauhkan diri dari tindakan kenakalan, yang bisa menimbulkan suasana kurang sehat dalam hubungan berteman diantara mereka.

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan uraian bahasan “Peranan Perpustakaan Sekolah terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah” dapat disimpulkan bahwa :
1. Peranan perpustakaan sangat menunjang prestasi pendidikan di sekolah.
2. Perpustakaan sangat penting dan harus ada pada setiap sekolah di semua jenjang pendidikan.
3. Pengelolaan perpustakaan harus dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan fungsinya

B. SARAN
Bertolak dari peranan perpustakaan yang begitu banyak sumbangsihnya dalam pelaksanaan program pendidikan di sekolah, penyusun memberikan saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya perpustakaan dikelola sesuai dengan tujuan dan fungsinya.
2. Peran pengelola perpustakaan / pustakawan yang profesional hendaknya mendapatkan bekal yang cukup sehingga menjadi pustakawan yang handal dan profesional.

DAFTAR PUSTAKA

- Buku Pendidikan Kewarganegaraan

MAKALAH KEWARGANEGARAAN Permasalahan Yang Timbul Dari Pilkada 2005

KATAPENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Penulis sangat bersyukur atas rahmat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini walaupun dalam keadaan sederhana. Proposal ini dapat terwujud berkat bantuan dari semua pihak, namun penulis yakin dan menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis senantiasa menerima saran-saran demi kesempurnaan makalah ini.

Makalah ini disusun berdasarkan kemampuan penulis dan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari semua pihak, maka penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan penulis sejak awal hingga selesainya penulisan proposal ini.

Penulis




BAB I

PENDAHULUAN

Kesadaran akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat Indonesia dalam melaksanakan Pemilihan Umum baik yang dilaksakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini terlihat dari jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan. Tetapi masih dapat dikatakan suses.

Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di 226 daerah meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota, diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin daerahnya. Sehingga warga dapat menentukan peminpin daerahnya menurut hati nuraninya sendiri. Tidak seperti tahun tahun yang dahulu yang menggunakan perwakilan dari partai. Namun dalam pelaksanaan pilkada ini muncul penyimpangan penyimpangan. Mulai dari masalah administrasi bakal calon sampai dengan yang berhubungan dengan pemilih.


BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian dan Landasan Hukum Pilkada

Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan

Indonesia pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.

1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.

2. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.

4. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.

5. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

  1. Pelaksanaan dan Penyelewengan Pilkada

Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang tersebar dalam 11 provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah masing masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini diharapkan kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah masing masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini.

Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan pemakaian ijasah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat memprihatinkan sekali . Seandainya calon tersebut dapat lolos bagai mana nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar. Dan juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak iklas ingin memimpin maka tidakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kemali atau “balik modal”. Ini sangat berbahaya sekali.

Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau sumatra. Hal ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, sering kali melakukan Ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah masalah tersebut.

Selain masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota KPUD terbukti melakukan korupsi dana Pemilu tersebut. Dana yang seharusnya untuk pelakasanaan pemilu ternyata dikorupsi. Tindakan ini sangat memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para penjabat. Dengan mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangan dirinya sendiri. Dan mungkin juga ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian seperti ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta.

Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :

  1. Money politik

Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan penulis yaitu desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang.

Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.

  1. Intimidasi

Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.

  1. Pendahuluan start kampanye

Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.

  1. Kampanye negatif

Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.


  1. Solusi

Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peranserta masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :

  1. Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
  2. Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
  3. Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
  4. Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.

BAB III

KESIMPULAN

Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam permasalhan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru menghadapi ini pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih presiden dan wakilnya. Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar.


DAFTAR PUSTAKA

1. Abraham Panumbangan (mahasiswa fisipol UMY).Masih perlu waktu. www.kr.co.id edisi Jum’at, 15 Juli 2005

2. Hasan Shadily, dkk.1973. Ensiklopedi Umum . Jakarta: Yayasan Dana Buku Franklin Jakarta.

3. M. Ma’ruf (Mentri Dalam Negeri).Optimisme hadapi pilkada langsung. www.kompas.com edisi selasa, 22 Februari 2005

4. Redaksi Kompas. APBN-P 2005 Bantu Rp 464,9 Miliar . www.kompas.com edisi Rabu, 30 Maret 2005

5. Suardi Abubakar, dkk. 2000. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 SMU.Jakarta: Yudhistira.